Sabtu, 19 Februari 2011

Manusia dalam cermin

Manusia dalam cermin

Bila anda mendapatkan apa yang anda inginkan dalam pergumalan diri sendiri

Dan dunia membuat anda merasa bagaikan raja dalam sehari

Pergilah brcermin dan tataplah diri anda

Dan lihatlah apa yang dimiliki orang tersebut

Karena bukanlah ayah, ibu, atau istri seseorang

Yang, penilainya terhdapa diri anda membuat anda lulus

Orang yang sepanjang hidupnya membuat keputusan yang berharga

Adalah bayangan orang yang menatap kembali dari cermin tersebut



Ia adalah manusia yang hendak dipuaskan tidak peduli sekelilingnya

Karena ia ada bersama anda hingga pada akhirnya

Dan anda telah berhasil melewati ujian tersulit dan berbahaya

Bila manusia dalam cermin itu adalah kawan anda

Kapan saja anda dapat menipu seluruh dunia

Dan mendapatkan tepukan ketika anda lewat

Tetapi yang akan anda peroleh hanyalah sakit hati dan tangisan

Bila anda telah menipu si manusia dalam cermin…





(diambil dari buku “you can do it”)

Ketika Seorang Akhwat Lebih Memilih Dipoligami..

Ketika Seorang Akhwat Lebih Memilih Dipoligami..

Tanya Jawab: Ketika Seorang Akhwat Lebih Memilih Dipoligami
Assalamu’alaikum,

Ustadz, ada yang ingin saya tanyakan. Ada seorang teman (wanita) yang masih lajang dan dikarunia Allah memiliki semangat beragama yang kuat (rajin menghadiri majelis taklim dan sejenisnya). Namun, dalam masalah jodoh, menurut saya dia punya prinsip yang sedikit unik. Tiap kali ditawari untuk taaruf (melakukan perkenalan sesuai syariat) dengan pria, dia selalu menjawab, daripada menikah dengan pria muslim biasa-biasa saja saya lebih suka dipoligami seorang ustadz. Maksuddit pria muslim biasa di sini, jika pria tersebut tidak punya kemampuan ilmu agama lebih (hafalan Al-Quran dan Al-Has, kemampuan bahasa Arab, dan sejenisnya), atau masih di bawah kemampuan dirinya. Menurut ustadz, apakah prinsip semacam itu sudah tepat? Apakah poligami membuat pelakunya (dalam hal ini wanita yang dipoligami) punya keutamaan dan pahala melebihi pernikahan biasa? Syukran atas penjelasannya.

Wassalamu’alaikum
AD di bumi Allah

Jawaban:

Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh
Alhamdulillah, ini pertanyaan yang bagus dan menarik. Jawaban dari pertanyaan ini, insya Allah bisa memberi manfaat banyak orang, karena tak sedikit orang yang mengalami hal serupa, dengan hal yang ditanyakan dalam soal ini.

Pertama, perlu saya tegaskan bahwa sangatlah berbeda antara apa yang disebut PRINSIP dengan IDEALISME.

Prinsip dibangun dari hal-hal yang mendasar secara ideologis, keyakinan dan bangunan persepsi secara utuh, kemudian tercipta menjadi hal prinsipil yang bila dilanggar berarti diyakini meruntuhkan idelogi, keyakinan, dan persepsi tersebut.

Intinya, prinsip itu bermodal keyakinan, dan diyakini bila dilanggar keyakinan akan rusak.

Sementara idealisme lebih bersifat obsesi, berpangkal dari cabang-cabang keyakinan yang dipercaya bisa membantu menguatkan dasar-dasar keyakinan dan ideologisnya bagi dirinya sendiri. Karena akar katanya “ideal”, maka idealisme bisa jadi diyakini bagi diri sendiri, tapi belum tentu bagi orang lain yang sama keyakinannya.


Apa yang dinyatakan gadis muslimah tersebut adalah Idealisme, bukan prinsip.

Itu bisa dibuktikan dengan beberapa hal, di antaranya ungkapan: lebih baik begini, daripada begitu.. Prinsip tidak bisa disandingkan dengan kata lebih baik dan daripada Prinsip harus bersifat mutlak, bukan hanya dianggap lebih baik.


Kedua, itu tak terkait dengan sah atau tidak sahnya menikah, dengan halal atau haram. Artinya, baginya menikah dengan pria muslim biasa bukanlah hal yang haram, apalagi sampai dianggap membatalkan pernikahan. Ia hanya meyakini itu lebih baik bagi dirinya. Ia siap menanggung susahnya dipoligami, demi mendapatkan kelebihan pada agama seseorang. Itu idealisme, di luar apakah itu layak atau tidak layak, benar atau tidak benar, tapi itu bukan prinsip, sehingga dalam batas-batas tertentu, sah-sah saja seorang wanita muslimah beridealisme demikian.


Nah, yang ingin kita bicarakan di sini, sudah tepatkah itu dijadikan sebagai idealisme? Jawabannya selain sangat relatif, juga bersifat sangat subjektif.


Hal pertama yang perlu dicermati di sini adalah kalimat pria muslim biasa. Ini kalimat yang sangat rancu. Akan lebih baik digunakan istilah, muslim awam, penuntut ilmu, atau ulama. Yakni mengacu pada kapasitas ilmiah. Misalnya, seseorang beridealisme hanya ingin dinikahi oleh muslim yang levelnya ilmiahnya minimal penuntut ilmu senior atau ulama. Bukan dengan pria muslim awam. Bila demikian yang dimaksud, boleh-boleh saja, dan pantas-pantas saja. Tapi semua berpulang pada kapasitas diri sendiri dan realitas yang ada. Obsesi boleh membumbung ke langit, tapi kaki tetap harus menjejak bumi. Itu saja.


Kenapa saya sebut rancu? Kata biasa itu terlalu melecehkan. Ada muslim awam tapi ia luar biasa. Ilmunya tak seberapa, tapi ibadah dan semangat Islamnya tak tanggung-tanggung. Kebetulan latar belakang pendidikan Islamnya kurang, tapi semangat belajarnya melebihi penuntut ilmu. Ia muslim yang luar biasa, bukan pria muslim biasa.

Ada yang ilmunya sedikit, dan amalannya juga tak banyak, tapi keikhlasan hatinya luar biasa. Seperti pemuda ahli surga di zaman Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam, yang masuk surga karena kelebihan hatinya yang bersih, tak pernah berburuk sangka atau mendengki sesama muslim.


Sabda Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam,


“Ketakwaan itu letaknya di sini, ketakwaan itu letaknya di sini (yakni di dalam dada).” [1]


Di sini, kita bukan mengabaikan pentingnya ilmu. Untuk bertakwa, orang harus berilmu. Tapi berilmu, belum tentu bertakwa. Banyak orang berilmu, tapi justru dengan ilmunya ia semakin jelek di sisi Allah. Orang itu serupa Yahudi yang punya ilmu tapi tak mau mengamalkan ilmunya. Ada juga orang yang kurang berilmu tapi utama, karena dengan sedikit ilmu yang ia punya, ia bisa memaksimalkan potensi diri untuk senantiasa bertakwa kepada Allah.

Intinya, anggapan soal “muslim biasa”, terlalu rancu. Semua orang punya kelebihan dan kekurangan. Tak baik menganggap rendah orang lain, hanya karena dianggap ilmunya tak seberapa.


Apakah menikahi dengan dipoligami (istri kedua/ketiga) punya keutamaan tersendiri? Baik pria yang berpoligami, maupun istri yang dipoligami, sama sekali tak memiliki keutamaan apa-apa dibandingkan muslim atau muslimah lain, bila hanya dilihat dari soal poligaminya. Tapi bisa beroleh keutamaan, pada sisi-sisi yang terkait dengan poligami itu sendiri.

Maksudnya begini. Orang yang berpoligami tak lantas lebih baik, begitu juga wanita yang dipoligami.

Karena poligami sendiri hukumnya beragam, tergantung kondisi pelakunya.

Bagi seorang muslim, poligami asalnya boleh dengan syarat mampu berlaku adil. Sekadar orang melakukan perbuatan mubah yang hanya mubah bila dipenuhi syaratnya, tentu tak bisa seseorang dipandang lebih istimewa dari yang lain. Tapi poligami bisa saja dianjurkan atau bahkan diwajibkan bagi seorang muslim, bila tingkat kebutuhannya mengindikasikan demikian, sementara situasi dan kondisi sangat mendukung. Bila demikian, baginya saat berpoligami tentu lebih baik ketimbang tidak.


Di sisi lain, bagaimana seseorang memberlakukan poligami itu sendiri juga sangat menentukan baik tidak kualitas dirinya. Orang yang berpoligami secara baik, berlaku adil, dan dapat memimpin rumah tangga dengan dua dapur atau lebih secara baik, tentu lebih baik dari orang yang bisa melakukan hal serupa dengan satu dapur. Ia beroleh tambahan pahala, karena makin banyak rakyat yang dia asuh, diasih dan asah menjadi manusia-manusia bertakwa.

Tapi kalau ia tak berlaku adil, cenderung culas, gagal menjalankan kewajiban sebagai pemimpin, maka dengan berpoligami ia justru menjadi lebih buruk daripada tidak. Karena, makin banyak pula rakyat yang dizhalimi, terlantar, atau terdidik menjadi orang-orang yang fasik.


Nah, wanita yang dipoligami juga demikian. Semakin tinggi hukum poligami bagi suaminya, semakin ia beroleh kebaikan, karena membantu suaminya untuk taat kepada Allah. Bila poligami bagi suaminya hanya mubah saja, maka pahala yang ia peroleh juga lebih sedikit. Ia tetap beroleh pahala dengan bersikap sabar, tetap menjadi istri yang taat, meski suaminya beristri lebih dari satu. Pahalanya bertambah, kalau ia justru membantu suami, memberi nasihat, agar suaminya menjalankan kewajiban sebagai suami yang baik dan taat kepada Allah.


Jadi, baik atau tidaknya wanita yang dipoligami, tergantung apa dan bagaimana ia bersikap. Bila dengan dipoligami ia semakin bermaksiat kepada Allah, malah membantu suami berlaku lalai, atau merusak hubungan rumah tangga suami dengan istri lain, maka ia semakin buruk di hadapan Allah. Itulah yang saya maksud sangat relatif dan subjektif.


Maka, kalau seorang muslimah yakin dengan dipoligami ia bisa memberi lebih bagi keislaman dirinya, bagi kebaikan dirinya dan suaminya, juga istri suami yang lain, maka sah-sah saja. Itu niat baik yang perlu diberi dukungan. Tapi berhitunglah secara sehat, jangan melandaskan hal itu hanya karena faktor emosional belaka. Poligami bukan segala-galanya dalam berkeluarga. Tanpa dipola secara sehat, poligami justru bisa memberi tambahan musibah dalam kehidupan. Sebaliknya, bila dilakukan sesuai syariat, ia adalah anugerah tak terhingga.


Nah, soal obsesi untuk dinikahi oleh orang berilmu, yang memiliki hafalan, ilmu Islam dan segalanya lebih dari diri sendiri, tak jadi soal. Itu niat yang sangat bagus. Berdoalah kepada Allah agar niat itu terkabul, dan bantu orang lain yang memiliki niat seperti itu.


Namun, seperti sudah saya tegaskan sebelumnya, marilah menjejak bumi. Pandanglah realitas dengan lapang dada. Berharap boleh, bahkan sangatlah dianjurkan. Tapi catatlah, menikah itu tuntutan. Jangan sampai akhirnya seseorang terhalangi menikah hingga usia lanjut, hanya karena mencari jodoh yang sepadan sesuai dengan keinginan. Jangan sampai terlambat menikah sehingga seseorang –wal ‘iyaadzu billah– menyentuh hal-hal yang haram, hanya karena tak kunjung dapat jodoh yang betul-betul memuaskan selera.

Ingat, memperoleh istri shalihah atau suami shalih, tak bisa tercipta tiba-tiba.

Bila seseorang menikah wanita muslimah biasa, lalu ia mendidiknya hingga menjadi wanita shalihah, itu juga kelebihan tersendiri.


Bila seorang muslimah menikahi pria muslim yang shalih, baik dan bersemangat Islam kuat namun miskin ilmu, lalu setelah menikah si suami semakin rajin belajar dan akhirnya menjadi ulama, sungguh itu jauh lebih hebat daripada menikahi suami berilmu dan setelah menikah malah si ulama itu berubah wujud menjadi pria bodoh sebodoh-bodohnya.


Bila kita baik, Allah akan menyandingkan kita dengan yang baik, asalkan kita banyak berdoa kepada-Nya.


“Roh-roh itu bagaikan tentara-tentara yang berbaris. Siapa saja di antara mereka yang saling mengenal, akan saling mengakrabi. Dan siapa saja di antara mereka yang tidak saling mengenal, akan saling menjauhi.” [2]

Catatan Kaki:
[1] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya 14 : 69, oleh Al-Haitsami dalam Mazma’uz Zawaa-id X : 262.
[2] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya dalam kitab Al-Anbiyaa bab: Roh-roh yang berbaris, hadits No. 2638.

Disalin dari majalahsakinah.com dan dipublikasikan oleh www.salafiyunpad.wordpress.com

Selasa, 15 Februari 2011

Qolbu..siapa yg tahu..

sekali lagi ditakdirkan untuk selalu mengalah...

seharusnya qolbu ini bahagia di saat saudaranya bahagia

tersenyum di saat saudaranya tersenyumm..

ada yang salah dengan hati ini..iri, sombong, dengki..senantiasa menggegrogoti hati..

serasa ingin memberontak dan berteriak..

aku tidak mau masuk neraka atas sifat2 ku ini..

ya Robb..ampuni hamba..hamba tidak ingin menjadi golongan orang2 yang tidak mencium bau syurgamu,,,,,

ukhuwan itu terasa indah jika kau merasakan betapa berartinya mereka..engkau mencintainya karena Alloh, mereka mencintai kita karena Alloh pula..

untukmu yang menginspirasi duhai kakakku tersayang di bandung bumu Alloh "encik Rahayu" semoga keistiqomahan..semangat mencetak generasi robbani..keteguhan yang menghujam..bisa senantiasa berkorban di dalam reluung hatimu yang dalam..

sungguh..hanya bisa terucap..aku mencintaimu karena Alloh..

Minggu, 13 Februari 2011

demam sem.8...

Bercerita tentng semester 8…
Maka mulai terpikir ke masa depan…
Masa depan pasca kampus…
Pasti berbeda suasananya..nek masih kuliah.. paling amanah kuliah..
Kalo pasca kampus..beragam onak dan duri..kalo tidak disertai Tauhid yang kuat pasti bakalan danger..
G sedikit cerita..si fulanah dan si fulan dulu pas kampus alim banget, ghodhul bashor pokokmen..yang akhwat jilbabnya lebar dan tertutup..yang ikhwan kaya judul buku yang di arofah bgt..jenggot yes isbal no..

Kabar demi kabar..terdengar di telinga pasca kampus..”mb tahu g mb. Fulanah dan mas fulan?”..tanya si dia “ya tahulah wong mereka berdua kan terkenal di kampus ADK lagi (aktifis dakwah kampus) konon katanya..(sebenere sy yo g mudeng masalah seperti itu)..emang kenapa dg mereka berdua”
“Itu lo mb..mb,fulanah pasca kampus karena dalil untu bekerja lama kelamaan jilbabnya ditelan dunia 'kerja..sampai2 melayang jadi lepas hijab..dan bla…bla,,,,”
“astaghfirulloh..masa sih..”
“apalagi mas fulan..yang dulunya alim banget, fasih dalam membaca Al-qur’an, tsaqofahnya bagus, jenggoten dan g isbal lagi sekarng penampilannya jadi kaya ala artis korea mendadak..”
“jadi ilfill yen seperti itu”
Jadi teringat guyunan dengan sahabatku si griya..kalo tak sengaja papas an lihat ikhwan biasanya pandangan tertuju pada satu hal..celananya isbal atau g..pendapat sesaat setidaknya mungkin kl g isbal dia bangga dengan dien nya dan g malu menunjukan “ini lho seharusnya penampilan seorang ikhwan yg syar’I”
Miris memang..tapi memang seperti itu lah realita yang banyak dijumpai..na’udzubillah pokokme,,,”ya Alloh yang membolak-balikan hati tetapkanlah hati pada engkau, agar selalu tertanamkan cintanya hanya pada engkau..mencintai orang yang mencintai engkau”

Istiqomahlah,
Istiqomahlah
Istiqomahlah
Benar kata Rosululloh kalimat ringat tapi sangat berat pengaplikasiannya. .
Jadi motifasi buat ane pribadi sebagai seorang muslimah dan seorang anak dari keduaorangtua..
Mumpung masih di kampus..harus lebih ektra mengikat Qolbu ini dengan ikatan cinta kepada Alloh..belajar keikhlasan…
Ya..Alloh semoga Hamba termasuk golongan orang2 yang selalu tersadar dan bertaubat saat hamba lupa..aku sadar untuk selalu benar dan lempeng susah..manusia kan tempatny salah dan lupa..
Yang terpenting Alloh selalu menegurku di saat ada sesuatu yg tidak diridhoi dlm setiap hembusan nafas…

nun, wal qolami wama yasturuun

Sudah lama tidak menulis..
Imam asy-syafi’I menilai
“ilmu itu adalah buruan, sedangkan catatan laksana tali pengikat, ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat, adalah tindakan bodoh jika anda menangkap merpati lalu anda biarkan ia terlepas bersama kawannya”
Ngomong tentang menulis..dulu sering di tag note di FB sm seseorang..sekarang jarang banget..padahal tulisannya2 bagus dan menginspiratif walaupun kdng aneh..
Kesibukan melalaikannya pada good habit..
Ayooooooo menulis…..