Di suatu hutan, hiduplah seekor belalang muda yang cerdik.
Belalang muda ini adalah belalang yang lompatannya paling tinggi di antara
sesama belalang yang lainnya. Belalang muda ini sangat membanggakan kemampuan
lompatannya ini. Sehari-harinya belalang tersebut melompat dari atas tanah ke
dahan-dahan pohon yang tinggi, dan kemudian makan daun-daunan yang ada di atas
pohon tersebut. Dari atas pohon tersebut belalang dapat melihat satu desa di
kejauhan yang kelihatannya indah dan sejuk. Timbul satu keinginan di dalam
hatinya untuk suatu saat dapat pergi ke sana.
Suatu hari, saat yang dinantikan itu tibalah. Teman setianya, seekor burung
merpati, mengajaknya untuk terbang dan pergi ke desa tersebut. Dengan semangat
yang meluap-luap, kedua binatang itu pergi bersama ke desa tersebut. Setelah
mendarat mereka mulai berjalan-jalan melihat keindahan desa itu. Akhirnya
mereka sampai di suatu taman yang indah berpagar tinggi, yang dijaga oleh
seekor anjing besar. Belalang itu bertanya kepada anjing, “Siapakah kamu, dan
apa yang kamu lakukan di sini?”
“Aku adalah anjing penjaga taman ini. Aku dipilih oleh majikanku karena aku
adalah anjing terbaik di desa ini,” jawab anjing dengan sombongnya.
Mendengar perkataan si anjing, panaslah hati belalang muda. Dia lalu berkata
lagi, “Hmm, tidak semua binatang bisa kau kalahkan. Aku menantangmu untuk
membuktikan bahwa aku bisa mengalahkanmu. Aku menantangmu untuk bertanding
melompat, siapakah yang paling tinggi diantara kita.”
“Baik,” jawab si anjing. “Di depan sana ada pagar yang tinggi. Mari kita
bertanding, siapakah yang bisa melompati pagar tersebut.”
Keduanya lalu berbarengan menuju ke pagar tersebut. Kesempatan pertama adalah
si anjing. Setelah mengambil ancang-ancang, anjing itu lalu berlari dengan
kencang, melompat, dan berhasil melompati pagar yang setinggi orang dewasa
tersebut. Kesempatan berikutnya adalah si belalang muda. Dengan sekuat tenaga
belalang tersebut melompat. Namun, ternyata kekuatan lompatannya hanya mencapai
tiga perempat tinggi pagar tersebut, dan kemudian belalang itu jatuh kembali ke
tempatnya semula. Dia lalu mencoba melompat lagi dan melompat lagi, namun
ternyata gagal pula.
Si anjing lalu menghampiri belalang dan sambil tertawa berkata, “Nah, belalang,
apa lagi yang mau kamu katakan sekarang? Kamu sudah kalah.”
“Belum,” jawab si belalang. “Tantangan pertama tadi kamu yang menentukan.
Beranikah kamu sekarang jika saya yang menentukan tantangan kedua?”
“Apa pun tantangan itu, aku siap,” tukas si anjing.
Belalang lalu berkata lagi, “Tantangan kedua ini sederhana saja. Kita berlomba
melompat di tempat. Pemenangnya akan diukur bukan dari seberapa tinggi dia
melompat, tapi diukur dari lompatan yang dilakukan tersebut berapa kali tinggi
tubuhnya.”
Anjing kembali yang mencoba pertama kali. Dari hasil lompatannya, ternyata
anjing berhasil melompat setinggi empat kali tinggi tubuhnya. Berikutnya adalah
giliran si belalang. Lompatan belalang hanya setinggi setengah dari lompatan
anjing, namun ketinggian lompatan tersebut ternyata setara dengan empat puluh
kali tinggi tubuhnya. Dan belalang pun menjadi pemenang untuk lomba yang kedua
ini. Kali ini anjing menghampiri belalang dengan rasa kagum.
“Hebat. Kamu menjadi pemenang untuk perlombaan kedua ini. Tapi pemenangnya belum
ada. Kita masih harus mengadakan lomba ketiga,” kata si anjing.
“Tidak perlu,” jawab si belalang. “Karena, pada dasarnya pemenang dari setiap
perlombaan yang kita adakan adalah mereka yang menentukan standar
perlombaannya. Pada saat lomba pertama kamu yang menentukan standar
perlombaannya dan kamu yang menang. Demikian pula lomba kedua saya yang
menentukan, saya pula yang menang.”
“Intinya adalah, kamu dan saya mempunyai potensi dan standar yang berbeda
tentang kemenangan. Adalah tidak bijaksana membandingkan potensi kita dengan
yang lain. Kemenangan sejati adalah ketika dengan potensi yang kamu miliki,
kamu bisa melampaui standar dirimu sendiri.
(CHIKEN Soap)