Kamis, 21 Juni 2012

17 Kiat memilih suami


" setiap laki-laki merupakan pemimpin bagi perempuan".. sangat pentingnya peran seorang laki-laki dalam membina dan mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warohmah. Sehingga bagi seorang wanita perlu memperhatikan laki-laki yang hendak menjadi pemimpinnya, berikut 17 kiat memilih suami disampaikan oleh ust. Abdulloh shaleh* diambil dari kitab minhajul qoshidin :

 mempunyai agama yang baik dan akhlak yang baik
diriwatkan oleh Hr. tirmidzi “apabila dating kepadamu laki2 yang kamu ridhoi agamanya, pabila kamu tolak akan timbul fitnah yang besar di muka bumi”


hendaklah punya hafalan Al-qur’an,
 sebagaimana Rosululloh pernah menikahkan sahabatnya dengan hafalan Al-Qur’an..

hendaklah calon suaminya mempunyai ba’ah
baik nafkah batin atau nafkah lahir. Cerita fathimah binti qois saat dilamar muawiyah dan abu jahm, rosululloh bersabda sesungguhnya muawiyah itu orang yang miskin

 hendaklah calon suami adalah yang lemah lembut kepada wanita.
“sesungguhnya abu jahm adalah orang yang tidak pernah lepas tongkatnya (gampang memukul), rosululloh menganjurkan menikah dengan usamah bin zaid orang yang lemah lembut pada wanita.

calon suami yang kalo dipandang menyenangkan, cakep itu relative ya..

hendaklah laki-laki itu sekufu (sebanding),
 sekufu berlaku bagi yang memilih calon suami, karena laki-laki akan menjadi qowam bagi keluarganya.
“ sesungguhnya laki-laki itu pemimpin bagi kaum wanita” makna sekufu banyak perbedaan pendapat, menurut ibnu hajar sekufu disini adalah dalam masalah agamanya (tidak ada perbedaan pendapat), namun perbedaan pendapat disini adalah sekufu dalam nasab.

laki-laki yang bisa menjaga diri (kehormatanya) 

  laki-laki yang selamat dari cacat atau penyakit menular
“larilah kamu dari lepra sebagaimana kamu lari dari harimau”

 calon suami yang punya keturunan,
 karena salah satu tujuan pernikahan adalah mempunyai keturunan.

laki-laki yang jujur dan amanat, 
SANGAT PENTING !!!

 Laki-laki itu dari keluarga yang baik, 
sebagaimana ummu sulaim saat dilamar abu thalhah.

 laki-laki yang bertanggung jawab baik urusan dunia atau akherat.
 membimbing keluarganya “wahai orang-orang yang beriman jagalah keluargamu dari apai neraka”

Laki-laki yang penuh kasih sayang dan bisa memberikan jaminan keamanan
saling manjga rahasia istri

 laki-laki yang penghasilannya yang halal
POINT yang sangat Penting !!!“Alloh itu maha baik dan menyukai hal-hal yang baik”
Abdulloh ibu abbas “ Alloh tidak menerima sholat seseorang jika dalam dirinya terdapat barang kharam”

 laki-laki itu berakal,
 maksud berakal disini adalah laki-laki yang bisa menempatkan diri dan menyesuaikan diri.

 laki-laki itu orang yang berilmu atau yang selalu bersemangat menuntut ilmu
waisat ali bin abi tholib kepada sahabatnya “ manusia ada tiga kelompok, pertama orang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya, kedua orang yang belajar untuk mencari keselamatan, ketiga orang yang bodoh tapi terombang ambing tidak punya prinsip, tidak punya pegangan yang kokoh”

laki-laki adalah anak yang berbakti kepada orang tuanya dan suka menyambung silaturakhim
lihatlah bagaimana sikapnya terhadap ibunya, ketika seorang laki-laki kasar terhadap ibunya lantas apalagi kelak terhadap istrinya

ada suatu pepatah kalau kamu ingin mendapatkan laki-laki seperti ali bin abi tholib maka jadilah seperti fathimah Az-zahra, jodoh ada suatu rizki yang sudah ditentukan.

Rosululloh bersabda “ setiap orang tidak akan mati sampai semua rizki telah diambil, maka bertakwalah kepada Alloh dengan cara yang terbaik”


Senin, 18 Juni 2012

motivasi diri 2









Perasaan seorang wanita adalah kekuatan yang menakutkan. Jika tidak diarahkan kepada hal yang 


seharusnya, sungguh ia akan menjadi senjata penghacur yang sempurna 


 Khalid Al Mushlih, dosen fiqh pada Universitas Al Qashim-

motivasi diri

Menyia-nyiakan waktu lebih buruk dibanding kematian, karena menyia-nyiakan waktu akan memisahkanmu 


dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian hanya memisahkanmu dari dunia dan para penghuninya. 


Dr. Shalih As Sulthan-




Ta’ati Suamimu, Surga Bagimu


#Ta’ati Suamimu, Surga Bagimu#

Dalam bingkai rumah tangga, pasangan suami dan istri masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Suami sebagai pemimpin, berkewajiban menjaga istri dan anak-anaknya baik dalam urusan agama atau dunianya, menafkahi mereka dengan memenuhi kebutuhan makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggalnya.

Tanggungjawab suami yang tidak ringan diatas diimbangi dengan ketaatan seorang istri pada suaminya. Kewajiban seorang istri dalam urusan suaminya setahap setelah kewajiban dalam urusan agamanya. Hak suami diatas hak siapapun setelah hak Allah dan Rasul-Nya, termasuk hak kedua orang tua. Mentaatinya dalam perkara yang baik menjadi tanggungjawab terpenting seorang istri.

Surga atau Neraka Seorang Istri

Ketaatan istri pada suami adalah jaminan surganya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktunya, melaksanakan shaum pada bulannya, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja ia kehendaki.” (HR Ibnu Hibban dalam Shahihnya)

Suami adalah surga atau neraka bagi seorang istri. Keridhoan suami menjadi keridhoan Allah. Istri yang tidak diridhoi suaminya karena tidak taat dikatakan sebagai wanita yang durhaka dan kufur nikmat.

Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa beliau melihat wanita adalah penghuni neraka terbanyak. Seorang wanita pun bertanya kepada beliau mengapa demikian? Rasulullah pun menjawab bahwa diantarantanya karena wanita banyak yang durhaka kepada suaminya. (HR Bukhari Muslim)

Kedudukan Hak Suami

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalau aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, maka aku akan memerintahkan para istri untuk sujud kepada suaminya, disebabkan karena Allah telah menetapkan hak bagi para suami atas mereka (para istri). (HR Abu Dawud, Tirmidzi, ia berkata, “hadis hasan shahih.” Dinyatakan shahih oleh Syaikh Albani)

Hak suami berada diatas hak siapapun manusia termasuk hak kedua orang tua. Hak suami bahkan harus didahulukan oleh seorang istri daripada ibadah-ibadah yang bersifat sunnah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh bagi seorang perempuan berpuasa sementara suaminya ada di rumah kecuali dengan izinnya. Dan tidak boleh baginya meminta izin di rumahnya kecuali dengan izinnya.” (HR Bukhari Muslim)

Dalam hak berhubungan suami-istri, jika suami mengajaknya untuk berhubungan, maka istri tidak boleh menolaknya.

“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidur, kemudian si istri tidak mendatanginya, dan suami tidur dalam keadaan marah, maka para malaikat akan melaknatnya sampai pagi.” (HR Bukhari Muslim)

Berbakti Kepada Suami

Diantara kewajiban seorang istri atas suaminya juga adalah, hendaknya seorang istri benar-benar menjaga amanah suami di rumahnya, baik harta suami dan rahasia-rahasianya, begitu juga bersungguhnya-sungguh mengurus urusan-urusan rumah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan wanita adalahpenanggungjawab di rumah suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban.” (HR Bukhari Muslim)

Syaikhul Islam berkata, “Firman Allah, “Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diriketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (QS. An Nisa [4]: 34)

Ayat ini menunjukkan wajibnya seorang istri taat pada suami dalam hal berbakti kepadanya, ketika bepergian bersamanya dan lain-lain. Sebagaimana juga hal ini diterangkan dalam sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Lihat Majmu Al Fatawa 32/260-261 via Tanbihat, hal. 94, DR Shaleh Al Fauzan)

Berkhidmat kepada suami dengan melayaninya dalam segala kebutuhan-kebutuhannya adalah diantara tugas seorang istri. Bukan sebaliknya, istri yang malah dilayani oleh suami. Hal ini didukung oleh firman Allah, “Dan laki-laki itu adalah pemimpin bagi wanita.” (QS. An Nisa [4]: 34)

Ibnul Qayyim berdalil dengan ayat diatas, jika suami menjadi pelayan bagi istrinya, dalam memasak, mencuci, mengurus rumah dan lain-lain, maka itu termasuk perbuatan munkar. Karena berarti dengan demikian sang suami tidak lagi menjadi pemimpin. Justru karena tugas-tugas istri dalam melayani suami lah, Allah pun mewajibkan para suami untuk menafkahi istri dengan memberinya makan, pakaian dan tempat tinggal. (Lihat Zaad Al-Ma’aad 5/188-199 via Tanbihat, hal. 95, DR Shaleh Al Fauzan)

Bukan juga sebaliknya, istri yang malah menafkahi suami dengan bekerja di luar rumah untuk kebutuhan rumah tangga.

Tidak Keluar Rumah Kecuali Dengan Izin Suami

Seorang istri juga tidak boleh keluar rumah kecuali dengan izin suami. Karena tempat asal wanita itu di rumah. Sebagaimana firman Allah, “Dan tinggal-lah kalian (para wanita) di rumah-rumah kalian.” (QS. Al Ahzab [33]: 33)

Ibnu Katsir berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa wanita tidak boleh keluar rumah kecuali ada kebutuhan.” (Tafsir Al Quran Al Adzim 6/408). Dengan demikian, wanita tidak boleh keluar rumah melainkan untuk urusan yang penting atau termasuk kebutuhan seperti memasak dan lain-lain. Jika bukan urusan tersebut, maka seorang istri tidak boleh keluar rumah melainkan dengan izin suaminya.

Syaikhul Islam berkata, “Tidak halal bagi seorang wanita keluar rumah tanpa izin suaminya, jika ia keluar rumah tanpa izin suaminya, berarti ia telah berbuat nusyuz (durhaka), bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta layak mendapat hukuman.”

Penutup

Semua ketentuan yang telah Allah tetapkan di atas sama sekali bukan bertujuan membatasi ruang gerak para wanita, merendahkan harkat dan martabatnya, sebagaimana yang didengungkan oleh orang-orang kafir tentang ajaran Islam. Semua itu adalah syariat Allah yang sarat dengan hikmah. Dan hikmah dari melaksanakan dengan tulus semua ketetapan Allah di atas adalah berlangsungnya bahtera rumah tangga yang harmonis dan penuh dengan kenyamanan. Ketaatan pada suami pun dibatasi dalam perkara yang baik saja dan sesuai dengan kemampuan. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan kepada kita semua keluarga yang barakah.***Wallahu ‘alam.
Penulis: Ustadz Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc
Artikel Muslim.Or.Id